AL-UMRITI IS FANTASTIC
Aku biasa
dipanggil Hani. Aku tinggal disalah satu pondok didaerah Payaman. Adalah Romo
Agung namanya. Disitulah aku memulai peluanganku. Petualangan yang tak akan
pernah aku lupakan seumur hidupku. Usiaku menginjak 17 tahun. Kata orang, usia segitu adalah usia yang tepat
untuk mencari jati diri. Aku mempunyai 9 teman yang sangat care denganku.
Yaa..! Tim Sukses. Itulah sebutan bagi para insan yang sedang naik daun ini,
haha. Memang kedengarannya aneh, tapi
merekalah yang sampai sekarang ini menjadi sahabat terbaikku. Persahabatan yang tak kenal lelah, selalu melakukan
hal-hal yang aneh. Tetapi selalu ada kekompakan yang terselip disini. Dari
sinilah aku akan menceritakan pengalamanku selama 3 tahun terakhir.
Three years ago, cieah! Atau tepatnya 3 tahun
yang lalu. Aku lulus SMP dengan nilai yang tak begitu memuaskan, menurutku. Aku
memutuskan untuk meneruskan sekolahku ke jenjang SMA. Setelah musyawarah antara aku dengan
orangtuaku, akhirnya aku harus menerima sebuah keputusan. Yaitu, aku harus
mengikuti jejak kakakku yang kedua. Bersekolah disuatu madrasah negeri yang ada
di kota Magelang sambil menimba ilmu agama disuatu pondok kecil bernama Romo Agung.
Awalnya , aku sedikit mengelak dengan adanya keputusan sekolah sambil mengaji.
Tapi, apa boleh buat. Aku tak bisa menolak keputusan orangtuaku, karena ridho
orangtua adalah ridho Allah juga.
Pada tanggal 7 juli, aku
bersiap-siap untuk berangkat kepondok. Aku berpamitan dengan saudara-saudara
dari orangtuaku,lalu aku berangkat pada sore hari diantar oleh kedua orangtuaku
serta kakak-kakakku. Akhirnya aku sampai dipondok. Setelah beberapa menit
orangtuaku berbincang-bincang dengan pengasuh pondok, akhirnya aku ditinggal
sendiri dalam pondok itu. Sambil berlinangan air mata, aku meminta do’a restu
kepada orangtuaku. Saat aku masuk ke dalam pondok, aku merasa takut dengan
senior-senior yang ada ditempat itu. Setelah seminggu, aku sudah mulai
beradaptasi dengan lingkungan baruku. Aku berada dikelas Jurumiyah Awwal karena
aku anak baru. Dalam kelas itu terdapat 17 anak. Akhirnya kita saling berkenalan
satu sama lain.
Setelah berjalan beberapa bulan,
aku sudah mengenal teman-temanku. Setiap hari aku belajar mengaji ilmu agama.
Mulai dari fiqih, nahwu, shorof, Al-qur’an dan lain-lain. Suatu ketika kita
berbeda pendapat, lalu terjadilah pertengkaran. Sampai akhirnya kita dilerai
oleh kakak-kakak kelas, dengan berat hati kita saling bermaaf-maafan. Hari-hari
telah terlewati, pertengkaranpun mulai mereda. Tetapi ada satu keganjalan,
salah satu dari kita ada yang keluar dari pondok. Kita tinggal berenambelas.
Waktu terus berjalan, aku
memasuki tahun kedua di pondok ini. Aku naik ke kelas Jurumiyah Tsani, dikelas
itu aku di ampu oleh seorang ustadz yang gokil. Hari-hari kita diisi dengan
canda tawa yang mengasyikkan. Hingga pada akhirnya, kita berpisah dengan si
ustadz yang gokil. Saat perpisahan, kita memberikan sedikit kenang-kenangan
untuknya. Tak bagus sih, tapi itu cukup mengesankan. Lalu si ustadz gokilpun
membalasnya dengan menyanyikan sebuah lagu yang berjudul Kisah Klasik Untuk
Masa Depan yang dipopulerkan oleh Sheila On Seven.
Saat memasuki tahun ketiga, kita
kehilangan 6 teman sekaligus. Mereka keluar dari pondok karena mungkin mereka
bosan dengan kehidupan mereka. Akhirnya tinggal kita bersepuluh di kelas yang
fantastic ini. Al-umriti namanya. Dikelas inilah aku menemukan orang orang yang
sangat aneh. Ya!! Merekalah sahabat-sahabatku tercinta. Saling melengkapi satu
sama lain. Tak pernah sebelumnya aku menemukan sahabat seperti mereka. Dalam kelas
ini kita diampu dengan ustadz baru, ustadz yang satu ini beda dengan yang dulu. Dia simple, gak ribet tapi
kecerdasannya mampu membuatnya terlihat berwibawa. Dalam kelas ini kita merasa
tersiksa, karena hari-harinya langka dengan canda tawa. Kita merasa bosan
dengan keadaan kita yang baru. Keadaan dimana kita harus menghadapi pertanyaan
pertanyaan yang begitu banyak dan memburu. Hilang satu tumbuh seribu. Ya !
itulah kata yang biasa kita ucapkan. Karena setiap pertanyaan yang sudah
dijawab pasti tumbuh lagi pertanyaan pertanyaan yang sangat banyak.
Waktu terus saja berjalan dengan
santainya. Hingga suatu ketika kita menemukan hari yang begitu menyenangkan. Hari
dimana kita bisa saling tertawa dengan si ustadz yang misterius itu. Haha,
mungkin dia lelah dengan hari harinya yang boring dan terlalu serius. Sampai akhirnya
si ustadz itupun berkata bahwa dia juga bosan dengan keadaannya. Akhirnya kitapun
belajar dengan asyik setiap harinya. Sedikit demi sedikit, kita mulai mengerti
dan memahami pelajarannya.
Suatu malam yang begitu sejuk,
kami berkumpul dihalaman pondok dengan ditemani gemerlap bintang yang berkelip
riang. Suasananya begitu tenang. Salah satu dari kita ada yang diam diam
membuat surat perjanjian. Perjanjian untuk selalu bersama-sama selama setahun
kedepan, sampai kita lulus. Lalu, kita disuruh mendandatangani surat tersebut tanpa
kita ketahui apa isinya. Kita menurut saja, karena kita pikir itu hanya lelucon
saja. Ternyata eh ternyata itu bukan lelucon. Kita pasrah saja karena kita
sudah menandatanganinya. Setelah kita semua menyetujuinya, kita memasukan surat
perjanjian itu kedalam sebuah botol, lalu botol itu kita gantung diatas pohon
yang tak begitu tinggi. Memang itu terlihat bodoh, norak atau apalah yang orang
katakan. Tapi itu adalah lambang kesetiaan dari persahabatan kita. Setiap kali
aku memandang botol itu, aku selalu merasa bahagia dan bangga memiliki mereka. Seakan
dunia ingin aku hentikan setiap saat yang aku inginkan.
Suatu ketika kita dikejutkan
dengan mimpi dari salah satu diantara kami. Yaitu, ia bermimpi bahwa botol yang
menjadi lambang kesetiaan kita itu seketika terjatuh. Mendengar itu, kita mulai
khawatir jika terjadi hal-hal yang tak kita inginkan. Entah itu permusuhan atau
perpecahan yang terjadi. Tapi kita selalu optimis bahwa persahabatan kita ini
tak akan pecah. Persahabatan ini akan selalu aku kenang selama hidupku. Semoga Allah
selalu memberkati kita. finish
Itu ceritaku... apa ceritamu
??hehe